Banyak santri berangkat dari rumah dengan niat mulia: belajar ilmu agama dan ilmu dunia. Tapi kenyataannya, ketika sampai di pesantren atau madrasah, banyak yang malah terseret dalam ketergantungan HP dan game.
Awalnya cuma ingin main sebentar. Tapi lama-lama jadi kebiasaan, lalu ketagihan. Efeknya? Suka begadang, malas bangun pagi, ngaji jadi berat, pelajaran sekolah makin diabaikan, bahkan emosi pun jadi tidak stabil—gampang marah, tersinggung, dan sulit diatur.
Lalu bagaimana cara keluar dari lingkaran ini? Yuk simak tips berikut:
HP dan game itu bukan benda jahat. Yang jadi masalah adalah saat kita tak bisa mengendalikan diri. Sadarilah bahwa waktu kita terbatas, dan tujuan utama di pesantren bukanlah jadi master Mobile Legends, tapi menjadi pribadi yang berilmu dan beradab.
Atur waktu penggunaan HP. Misalnya:
Boleh buka HP hanya 30 menit setelah isya
Hari Jumat khusus libur dari game
Tidak menyentuh HP 30 menit sebelum tidur
Tulis aturannya dan tempel di kamar. Ajak teman satu kobong untuk saling mengingatkan. Jangan berharap bisa disiplin kalau tidak dibantu sistem.
Main game bikin lupa waktu. Tahu-tahu jam 1 malam. Padahal besok subuh harus ngaji. Begadang merusak fokus, daya hafal, dan mood. Mulai biasakan:
Matikan HP jam 9 malam
Gunakan 15 menit sebelum tidur untuk murajaah hafalan
Tidur berkualitas = semangat esok hari
Daripada scrolling medsos terus atau nge-push rank, kenapa nggak:
Baca buku biografi ulama
Nulis catatan harian atau puisi
Dengar kajian motivasi lewat speaker umum
Gantilah kebiasaan konsumtif (main HP terus) dengan kegiatan yang produktif.
Ketika niatmu mulai luntur, ingat kembali:
"Aku ke pesantren bukan untuk jadi hamba gadget, tapi hamba Allah yang berilmu dan berakhlak."
Dekatkan diri dengan teman-teman yang satu visi. Kalau semua temanmu juga kecanduan, kamu akan susah lepas. Tapi kalau bareng-bareng mau berubah, lingkungan akan jadi penolong.
HP dan game tidak salah, tapi ketergantunganlah yang merusak. Santri sejati bukan yang bebas dari HP, tapi yang bisa menggunakan waktu dan teknologi dengan bijak.
Yuk, kembali ke niat awal. Biar waktu di pesantren benar-benar jadi berkah, bukan penyesalan