Oleh: AI IZMA (MA AS-SA'ADAH XI IPA)
Langit sore di atas pesantren tampak berwarna jingga tua saat Subhan menginjakkan kakinya untuk pertama kali di pelataran pondok. Udara terasa kering, namun aroma kitab-kitab kuning dan suara serempak santri mengaji membuat suasana terasa sakral. Tapi jujur saja, jantungnya berdegup tak karuan. Ini adalah malam pertamanya tidur di kobong—kamar asrama pesantren.
"Selamat datang di Kobong 7, kamar paling legendaris," kata seorang santri kurus tinggi, muncul entah dari mana. Ia mengenakan sarung batik dan peci miring, senyum lebarnya tak lazim.
"Aku Azam. Tapi teman-teman manggil aku 'Zam Gila' karena aku suka ngobrol sama nyamuk," ujarnya bangga.
Subhan mengerutkan kening, menaruh tas di pojok kasur tipis. Belum sempat menjawab, dua santri lain menyusul.
"Perkenalkan, aku Ustaz TikTok. Penceramah viral, follower-ku udah 13K!" kata seorang santri berkacamata hitam, padahal malam sudah datang.
"Aku sih biasa aja," sahut satunya lagi, duduk dengan santai. "Namaku Rohim. Tapi katanya sih, aku suka kerasukan tiap malam Jumat. Gak usah khawatir, nanti juga biasa."
Subhan mulai merasa tidak biasa. Ini kobong apa sirkus?
Tiba-tiba lampu berkedip. Udara dingin menyusup dari jendela reyot. Azam mendekat dan berbisik, "Bro, tahu gak, pesantren ini punya sejarah cinta yang gak selesai. Konon katanya ada santri yang jatuh cinta sama... jin. Dan sampai sekarang, dia masih suka jalan-jalan malam nyariin pacarnya."
Ustaz TikTok menimpali, "Dan ada juga cerita horor. Dulu pernah ada santri yang tiap malam dengar suara ngaji dari kobong kosong. Ternyata... yang ngaji itu bukan manusia."
Tiba-tiba, lampu mati. Semuanya gelap.
Subhan berteriak kecil. Tapi yang lain tertawa.
"Cuma pemadaman biasa," kata Rohim. "Atau... bukan?"
Detik berikutnya, pintu kobong terbuka pelan, berdecit. Sesosok tubuh kecil berdiri di ambang pintu.
"Sudah waktunya..." bisik suara itu lirih.
Subhan panik, berteriak dan menarik selimut.
Lalu semuanya menghilang. Tiba-tiba terang.
"Subhan! Bangun, shalat Isya di musala. Jangan molor terus!"
Subhan membuka mata. Seorang santri sungguhan berdiri di sampingnya, tampak geli melihatnya ketakutan sendiri.
Rupanya... ia tertidur sesaat setelah masuk kobong.
Tak ada Azam, Ustaz TikTok, atau Rohim. Semua cuma mimpi.
Ia duduk pelan, mengusap keringat dingin. Tapi saat bangkit dari kasur, ia melihat selembar kertas kecil di bawah bantalnya bertuliskan:
"Selamat datang di Kobong 7. Kita akan bertemu lagi. Mungkin... di malam Jumat."
Setelah bangun dari tidur yang terasa sangat nyata itu, Subhan benar-benar kebingungan. Antara ingin tertawa karena mimpinya aneh, atau merinding karena... kenapa begitu detail?
Kertas kecil yang ia temukan tadi masih ada. Terlipat rapi. Tulisan tangannya pun bukan seperti tulisan santri. Lebih seperti tulisan Arab Pegon yang... agak berantakan, namun tetap terbaca.
“Kita akan bertemu lagi. Mungkin… di malam Jumat.”
Subhan menyimpannya diam-diam di dalam Al-Qur’an kecilnya. Siapa tahu cuma iseng santri senior buat ngerjain santri baru. Malam pun berlalu. Dan hari-hari di pondok berjalan seperti biasa—subuh, ngaji, madrasah, makan, ngaji lagi, istirahat, lalu ngaji lagi.
Sampai akhirnya malam Jumat datang.
Subhan merasa biasa saja... sampai tiba waktu tidur.
Sekitar pukul 2 dini hari, ia terbangun karena mendengar suara ngaji yang sangat pelan. Tapi bukan dari musala. Bukan juga dari kamar sebelah. Suara itu... berasal dari bawah kasurnya sendiri.
"Yaa... Yaa ayyuhalladzina aamanuu... istainuu bisshobri wassholah..."
Subhan membeku. Suaranya syahdu. Bikin merinding... dan bukan merinding karena keharuan.
Pelan-pelan ia mengintip ke bawah kasur. Tak ada siapa-siapa.
Tapi... mushaf kecilnya, yang sebelumnya di dalam lemari, kini terbuka di lantai, tepat di bawah tempat tidurnya. Surat yang dibaca... tepat di halaman yang terbuka.
Subhan menutup mushafnya, membaca ta'awudz, lalu kembali tidur sambil menyelimuti seluruh tubuh sampai kepala. Tapi beberapa detik kemudian, terdengar suara familiar:
“Bro, tenang aja. Itu suara aku kok. Aku hafal juz 30.”
Subhan langsung bangun. Di sudut kobong, berdiri Azam—santri aneh dari mimpinya.
"A-Azam?!" Ai hampir menjerit.
"Kamu lupa ya? Kita kan udah kenalan. Malam pertama kamu di sini," katanya santai, sambil menyalakan kipas angin dari... daun lontar?
Lalu datang Ustaz TikTok sambil bawa ring light, lengkap dengan sarung kotak-kotak glowing. "Kita live sekarang. Tema malam ini: 'Tausiyah Bersama Jin Pesantren'."
Rohim muncul sambil bawa bantal dan seikat daun kelor. "Kalau ada yang kerasukan, tinggal tutup pake ini."
Subhan menjerit lagi, tapi kali ini tak bisa keluar suara.
Semuanya gelap.
Dan saat ia membuka mata... lagi-lagi ia dibangunkan oleh santri lainnya.
“Bro, tidur mulu! Tugas piket wudhu belum kelar!”
Subhan menatap sekeliling. Tak ada Azam. Tak ada Ustaz TikTok. Tak ada Rohim.
Tapi... ada sesuatu yang membuatnya merinding. Di sudut lemari, sebuah ring light kecil menyala sendiri—padahal tak pernah ia miliki.
Bersambung ke Bagian 2: “Teror Barudak JIN Gaje”